Secara garis besar, obyek wisata di Kabupaten Bima (daerah paling ujung timur Provinsi Nusa Tenggara Barat), terbagi dalam empat jenis wisata, yaitu wisata alam, wisata budaya, wisata religi atau sejarah dan wisata kesenian tradisional.
Jika hendak mengetahui kebesaran dan keagungan Kerajaan Bima di masa lalu, atau ingin melihat benda-benda bersejarah, serta tempat tinggal para Raja dan Sultan Bima. Maka salah satu tempat yang bisa memberikan informasi tentang Kerajaan dan Kesultanan Bima adalah Museum Asi Mbojo, dimana tempat ini sebelumnya merupakan Istana bagi Raja - Raja dan Sultan Bima.
Museum Asi Mbojo atau Istana Bima sendiri, terletak di sebelah timur pasar raya Bima, dimana didepannya terdapat sebuah tanah lapang atau Alun-Alun yang dikenal dengan nama Sera Suba, (Sera berarti tanah lapang dan Suba berarti perintah). “Sehingga Sera Suba berarti tanah lapang tempat para Raja dan Sultan memberikan perintah terkait kepentingan rakyat dan negeri,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bima, Nurdin ketika dijumpai di ruang rapat Bupati Bima.
Untuk fisik bangunan Istana menurut Nurdin, merupakan perpaduan antara arsitektur gaya Eropa (Belanda) dan Bima, dibangun pada tahun 1927 oleh seorang arsitek Belanda, Mr. Obzicshteer Rehata. “Di tempat ini, pengunjung dapat melihat barang – barang serta pakaian adat yang digunakan pihak istana kerajaan dan prajurit Bima waktu itu,” jelasnya.
Beberapa barang yang bisa disaksikan ada yang terbuat dari emas, perak dan tembaga, seperti mahkota, payung, keris, senjata, perlengkapan keris istana dan lainnya. “Selain itu, benda – benda yang dipamerkan di Museum Asi Mbojo ini tak hanya berasal dari Kerajaan Bima saja, namun benda – benda purbakala sebelum masa kerajaan dan kesultanan Bima juga bisa kita lihat di tempat ini,” ujar Nurdin seraya menyampaikan, bahwa salah satu ruangan di istana ini juga sering dipakai Presiden RI pertama, Soekarno, menginap kalau berkunjung ke Bima.
Sementara Ketua Majelis Adat Dana Mbojo, Hj Siti Maryam SH yang juga keturunan ke 15 dari penguasa (Raja) Bima, ketika dijumpai di Museum Samparaja menyatakan, di wilayah Bima banyak terdapat situs - situs yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, karena banyak diantaranya yang telah rusak dan belum diperbaiki. “Dengan sejarah panjang terbentuknya kerajaan di Bima, baik di masa sebelum Islam maupun setelah menjadi kerajaan Islam, Kabupaten Bima ini sangat cocok dikembangkan untuk menjadi wisata sejarah atau budaya,” jelas Maryam.
Hanya saja sesalnya, banyak barang – barang koleksi milik kerajaan Bima yang diserahkan kepada pemerintah, untuk kemudian disimpan di Museum Asi Mbojo, beberapa diantaranya ada yang hilang dan bahkan dipalsukan. “Ada sekitar 10 barang berupa keris dan bokor yang semuanya terbuat dari emas, telah hilang di Museum Asi Mbojo,” katanya menyayangkan.
Hilangnya koleksi kerajaan tersebut lanjut Maryam, bermula dari pembuatan film dokumenter tentang kerajaan Bima yang saat itu mendapat bantuan dari bank dunia.
Tetapi ketika barang – barang milik kerajaan itu di foto ulang oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bima, baru diketahui kalau ada beberapa barang yang terbuat dari emas, telah hilang. Bahkan ada diantaranya yang dipalsukan. “Karena dari kecil saya sudah akrab dengan benda – benda milik kerajaan Bima itu, jelas saya mengetahui kalau barang itu telah dipalsukan. Dan setelah diteliti memang palsu, emasnya hanya sepuhan saja,” terang Maryam.
Lantas, siapa menurutnya yang harus bertanggungjawab terhadap kehilangan koleksi benda – benda berharga milik Kerajaan Bima yang notabene juga kekayaan bangsa Indonesia ini? Dengan tegas namun tanpa kesan menuduh, Maryam menyatakan, bahwa saat itu yang memegang kunci museum Asi Mbojo hanya tiga orang saja, yakni Bupati Bima, Sekda Bima dan Kepala Museum Asi Mbojo.
Sedangkan Bupati Bima, H Ferry Zulkarnain ST, yang ditemui di pendopo kabupaten menyatakan, untuk wisata sejarah berupa benda peninggalan kerajaan Bima, selain bisa disaksikan di Museum Asi Mbojo, juga bisa dilihat di Museum Samparaja, tempat penyimpanan koleksi milik keluarga kerajaan.
“Satu lagi tempat yang erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Bima, yaitu kuburan Dana Taraha, kompleks pemakaman raja – raja dan Sultan Bima yang letaknya di sebelah barat Masjid Sultan Muhammad Salahudin. Terletak di atas sebuah bukit, berjarak sekitar 1 kilometer dari Terminal Dara Kota Bima” terang Ferry.
Di kompleks pemakaman ini bisa dilihat kuburan Sultan Bima pertama, yaitu Sultan Abdul Kadir, Perdana Menteri Kesultanan Bima, Abdul Sama Ompu Lamuni, Sultan Bima kedua, Sultan Abdul Khair Sirajuddin, kemudian Sultan Nurdin yang memerintah Kerajaan Bima antara tahun 1682 – 1687, para Mubaliq penyiar agama Islam, serta makam Sultan Abdul Kahir II, putera dari Sultan Muhammad Salahuddin.
“Dari atas bukit Dana Taraha, kita bisa menyaksikan suasana Kota Bima dan keindahan teluk Bima, khususnya di waktu pagi dan senja,” ucap Ferry.(sslelono)
nice post
BalasHapushttp://mbojonet.blogspot.com/
“Satu lagi tempat yang erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Bima, yaitu kuburan Dana Taraha, kompleks pemakaman raja – raja dan Sultan Bima yang letaknya di sebelah barat Masjid Sultan Muhammad Salahudin. Terletak di atas sebuah bukit, berjarak sekitar 1 kilometer dari Terminal Dara Kota Bima” terang Ferry.
BalasHapusDi kompleks pemakaman ini bisa dilihat kuburan Sultan Bima pertama, yaitu Sultan Abdul Kadir, Perdana Menteri Kesultanan Bima, Abdul Sama Ompu Lamuni, Sultan Bima kedua, Sultan Abdul Khair Sirajuddin, kemudian Sultan Nurdin yang memerintah Kerajaan Bima antara tahun 1682 – 1687, para Mubaliq penyiar agama Islam, serta makam Sultan Abdul Kahir II, putera dari Sultan Muhammad Salahuddin.
mohon diperbaiki lagi..teks di atas