Sama seperti tahun sebelumnya, tahun 2010 ini Pantai Medana, Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, juga menjadi tempat persinggahan bagi kapal-kapal tiang tinggi, atau Yacht asal berbagai Negara yang menjadi peserta “Rally Sail Indonesia 2010”.
Kedatangan ratusan kapal tersebut ke Lombok Utara, menjadi salah satu bagian dari kegiatan “Rally Sail Indonesia 2010” yang akan bekunjung di 37 destinasi seluruh Indonesia. Dimana masing-masing destinasi, rata-rata akan disinggahi selama lima hari.
Khusus di Kabupaten Lombok Utara, kedatangan sekitar 225 pelaut asal 19 negara ini di sambut secara meriah oleh Bupati dan Wakil Bupati Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu dan H. Najmul Akhyar, beserta jajaran pejabat Kabupaten Lombok Utara. Tak terkecuali Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Drs. Lalu Gita Aryadi, M.Si, juga turut hadir.
Berbagai atraksi kesenian khas Lombok seperti kesenian Gendang Beleq (Big Drum) dan Peresean (permainan ketangkasan antara dua lelaki yang saling beradu pukulan dengan memakai senjata batang rotan dan perisai kulit hewan), tarian, dan juga lagu daerah, tampak menyambut kedatangan para peserta “Rally Sail Indonesia 2010” tersebut.
Para peserta juga berkesempatan mengunjungi berbagai lokasi obyek wisata yang tersebar di wilayah Pulau Lombok, seperti ke kawasan wisata Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air, Dusun Tradisional Senaru, Air Terjun Sindang Gile, Masjid Kuno Bayan Beleq, pantai Senggigi, Taman Mayura, dan lainnya.
Menurut Bupati Lombok Utara, H Djohan Sjamsu, kegiatan-kegiatan seperti “Rally Sail Indonesia 2010” ini merupakan starting poin yang penting untuk kebangkitan dan lebih mengenalkan kepariwisataan Lombok Utara kepada masyarakat dunia.
Namun demikian lanjut Djohan, sebagai daerah yang kebetulan dipercaya menjadi tempat pendaratan kapal-kapal asal berbagai Negara tersebut, Kabupaten Lombok Utara siap menjadi jendela bagi Provinsi NTB.
Untuk itu, dia berharap dukungan seluruh elemen masyarakat NTB, tak terkecuali masyarakat Lombok Utara agar selalu mewujudkan keamanan, kenyamanan, dan kondusifitas, serta kebersihan di lingkungan masing-masing. Sehingga tamu yang datang berkunjung merasa aman dan nyaman, serta memberikan kesan yang tak mudah dilupakan.
“Kalau para tamu penumpang kapal ini nanti kembali ke Negara asalnya masing-masing, tentu saja mereka akan bercerita kepada keluarga, kerabat, kolega, atau rekan kerja. Kalau cerita itu positif, pasti akan membuat penasaran dan ujungnya akan banyak wisatawan yang datang berkunjung ke Lombok. Tetapi kalau cerita itu sebaliknya, hal ini tentu merugikan,” ujar Djohan.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Drs Lalu Gita Aryadi, M.Si, ketika dijumpai di sela acara sambutan peserta “Rally Sail Indonesia 2010” menyatakan, bahwa kegiatan ini menjadi sumbangan yang tak sedikit bagi kemajuan kepariwisataan Provinsi NTB.
“Tekad Pemerintah Provinsi NTB dalam bidang kepariwisataan, pencanangan program “Visit Lombok Sumbawa 2012”, yakni keinginan mendatangkan satu juta kunjungan wisatawan yang puncaknya diharapkan akan terjadi pada tahun 2012 mendatang. Maka dengan adanya berbagai even internasional ini, kami yakin program yang di launching langsung oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono, akan terealisasi,” papar Gita Optimitis.
Hanya saja, terkait kegiatan bahari seperti “Rally Sail Indonesia” ini, ada kendala sendiri, yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antar pihak. “Permasalahan yang cukup penting tersebut, yakni masih tingginya biaya ijin bagi kapal-kapal asing yang ingin masuk ke kawasan perairan Indonesia,” kata Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Indonesia, Raymond T Lesmana.
Bayangkan saja lanjutnya, untuk masuk ke kawasan perairan Indonesia, paling tidak pemilik kapal harus menyerahkan biaya sebesar 5 persen dari harga kapalnya, serta memberikan uang jaminan sebesar 47 persen dari harga kapal.
“Misalnya saja harga kapal itu sebesar 10 milyar rupiah, berarti pemilik kapal kalau mau masuk ke perairan Indonesia harus menyerahkan bea masuk sebesar 5 persen, yakni 500 juta rupiah. Itu ditambah lagi dengan jaminan sebesar 47 persen dari harga kapal, sebesar 4,7 milyar. Peraturan ini, tentu saja sangat memberatkan,” jelas Raymond.
Tak kalah penting, mengingat Indonesia belum meratifikasi Istambul Convention, maka bagi kapal asing yang hendak masuk ke Indonesia, juga harus menjalani berbagai prosedur yang sangat rumit, bahkan cenderung lama. Sehingga terburu yang mengurus ijin menjadi bosan dan mengalihkan kapalnya ke Negara lain.(sslelono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar