Plawangan Sembalun, Negeri Diatas Awan
Tiba di pintu pendakian Gunung Rinjani yang ada di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, rombongan Tim Pendaki Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terpaksa harus menginap selama semalam di Wisma Cemara Siu milik Pemerintah Daerah Lombok Timur, mengingat hari sudah mulai gelap.
Setelah dilakukan pendataan terakhir, terdapat 59 pendaki yang berasal dari unsur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB sebanyak 4 orang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Timur 2 orang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Utara 2 orang, Polisi Kehutanan NTB 3 orang, Dinas Kehutanan NTB 2 orang, Bagian Hubungan Kemasyarakatan Sekretariat NTB 3 orang, Detasemen Polisi Militer IX/2 Mataram 4 orang, dan petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani 5 orang.
Selain itu juga ada anggota Badan SAR Nasional NTB 6 orang, Polisi Resort Lombok Barat 2 orang, Satuan Polisi Pamong Praja Lombok Utara 5 orang, Satuan Polisi Pamong Praja NTB 4 orang, Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung 2 orang, Tim Medis Rumah Sakit Umum Daerah NTB 2 orang, Wartawan 3 orang (termasuk penulis), dan 10 orang lainnya dari Kelompok Sadar Wisata Kecamatan Bayan, Santong, Lendang Nangka, Masbagik, dan Tete Batu.
Hasil koordinasi yang dipimpin Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Sahabuddin, dan Kepala Bidang Sumber Daya Manusia Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Nunung Triningsih, Tim Pendaki direncanakan akan berangkat keesokan harinya jam 06.00 pagi.
Tim Pendaki dibagi menjadi 5 kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan antara 10 hingga 12 orang. Tim Pendaki juga diperkuat oleh 37 orang porter (pembawa barang) yang berasal dari Desa Sembalun (Lombok Timur) dan Desa Senaru (Lombok Utara).
Sekitar jam 05.00 dini hari usai sarapan pagi, semua pendaki telah bersiap-siap di halaman Wisma Cemara Siu untuk mendengarkan pengarahan terakhir dari pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dan Dinas Kebudyaan dan Pariwisata NTB, dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh salah seorang peserta Tim Pendaki yang juga Komandan Detasemen Polisi Militer IX/2 Mataram, Letnan Kolonel CPM. Yudi Amirudin.
Berikutnya tepat jam 06.00 pagi, selesai berdoa, dengan diiringi semburat kemerahan matahari yang baru terbit dari sebelah barat, satu per satu masing-masing kelompok segera berangkat melakukan pendakian ke Gunung Rinjani.
Start awal, jalur pendakian masih mendatar dan melewati sebuah jalan yang cukup besar. Kemudian setelah berjalan sekitar setengah jam, tepatnya ketika melewati sebuah sungai kering, perjalanan sampai di sebuah padang sabana yang luas dan seakan tak bertepi. Sejak dari tempat ini, jalur pendakian mulai menyempit (jalur setapak) dan sedikit menanjak.
Semakin jauh pendakian melewati padang sabana ini, para pendaki harus hati-hati memilih jalur, karena bukan tidak mungkin jalur yang dilalui adalah jalur yang sering dipakai oleh para penggembala sapi. Dimana hal ini terlihat jelas dari banyaknya jalur-jalur setapak yang terlihat bercabang.
Untuk diketahui, warga kelompok ternak di Sembalun ini memiliki suatu kebiasaan yang unik, dimana sapi-sapi milik kelompok tidak dikandangkan, tetapi dilepas begitu saja di alam pegunungan Rinjani. Dan kalau ada sapinya yang beranak, baru anggota kelompok naik mencari ternaknya untuk ditandai sesuai dengan tanda yang telah disepakati masing-masing kelompok ternak. Atau ketika ada keperluan untuk pesta, atau hendak di jual, baru mereka naik mencari ternaknya di atas gunung.
“Kalau hendak mendaki Gunung Rinjani, hendaknya memilih jalur setapak yang terlihat jelas dan baik, karena jalur pendakian inilah yang sering dan biasa dilalui oleh para pendaki. Sementara jalur setapak yang agak tidak jelas, biasanya adalah jalur milik para penggembala yang hendak mencari ternaknya,” saran Sahar, salah seorang petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani yang ikut dalam rombongan tim pendaki.
Sekitar 2 jam perjalanan, setelah melewati bekas padang sabana yang terbakar, pendaki akan sampai di Pos Pemantauan (ada bangunan Berugaq). Berikutnya sekitar 2 jam lagi sampai di Pos II Tengengean (sebuah jembatan dan ada bangunan Berugaq), ditempat ini ada mata air yang biasa dimanfaatkan para pendaki untuk istirahat dan mengambil air sebelum melanjutkan kembali perjalanan.
Lanjut berjalan, dan sekitar jam 12.00 siang, pendaki sampai di Pos III, dimana telah disepakati kalau di Pos III inilah tim pendaki akan istirahat dan makan siang sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke Plawangan Sembalun.
Usai makan siang, plus sajian kopi atau minum teh yang disediakan para porter kelompok masing-masing, rombongan tim pendaki kembali jalan beriringan menuju Plawangan Sembalun, salah satu titik lokasi yang disepakati bagai tim pendaki untuk istirahat dan mendirikan tenda sebelum malamnya melanjutkan jalan ke puncak tertinggi di Pulau Lombok, puncak Segara Muncar (3762 meter).
Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan sangat melelahkan, karena harus mendaki jalur yang menanjak hampir 45 derajat, sekitar jam 17.00 tim pendaki sampai juga di Plawangan Sembalun. Berdiri di tempat ini, mata para pendaki akan disuguhi sebuah pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan, hamparan biru danau Segara Anak di sebelah kanan, puncak Segara Muncar di depan, dan di belakang di kejauhan adalah pemandangan rumah-rumah milik penduduk Kecamatan Sembalun yang seperti dikelilingi oleh bukit-bukit, serta hamparan hijau tanaman buah-buahan milik salah satu perusahaan agrobisnis di Sembalun, lengkap dengan danaunya.
“Allahu Akbar (Tuhan Maha Besar), baru sekali ini saya melihat pemandangan yang luar biasa cantiknya seperti ini. Rasa lelah dan letih yang saya rasakan selama perjalanan, seakan hilang begitu mata saya melihat danau Segara Anak dan puncak Rinjani. Plawangan Sembalun ini seperti sebuah Negeri di atas awan. Mudah-mudahan nanti malam saya kuat mendaki sampai ke puncak Segara Muncar untuk menancapkan bendera Provinsi NTB,” ujar Ahmad Irsan, angota Badan SAR Nasional NTB seraya memandang kabut berarakan di bawahnya.
Bagaimana kisah pendakian ke puncak Segara Muncar dan cantiknya pemandangan di danau Segara Anak, serta keajaiban Gunung Baru Jari (anak Gunung Rinjani yang masih aktif) di pinggir danau, di tambah dengan nikmatnya mandi air panas di Aik Kalaq, silahkan baca di Rinjani Begawe Part 4.(sslelono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar