Bagi ummat muslim sedunia, sehari setelah hari raya Idul Fitri (sebelumnya selama sebulan menjalankan ibadah puasa bulan Ramadhan), adalah waktu dimulainya puasa sunat bulan Syawal yang berlangsung selama enam hari.
Hal itu juga dilakukan oleh ummat muslim di Kabupaten Lombok Barat, mereka tak ketinggalan untuk berpuasa Syawal, karena menurut keyakinan dalam Agama Islam, melakukan ibadah puasa selama enam hari tersebut pahalanya berlipat ganda. Dan sebagai puncak dari penutupan puasa bulan Syawal itu, yakni pada hari ke-7, warga Lombok Barat juga merayakan secara besar – besaran perayaan Lebaran Topat (Ketupat).
“Lebaran Topat adalah suatu tradisi berlebaran dan rekreasi yang dilakukan masyarakat Lombok Barat dengan mendatangi berbagai obyek wisata, maupun melakukan ziarah kubur ke makam – makam ulama penyebar agama Islam di Pulau Lombok. Dimana pelaksanaannya sendiri telah dilakukan sejak agama Islam masuk pertama kali ke Lombok yang dibawa dan dikenalkan oleh Sunan Prapen pada abad ke-XVI, ratusan tahun silam,” kata salah seorang Budayawan Lombok, H Jalaluddin Arzaki.
Menurutnya, konsep asli Lebaran Topat yang dilakukan masyarakat biasanya adalah melakukan Rowah, atau selamatan sebagai penyataan rasa syukur kepada Alloh SWT (Tuhan). “Biasanya, lebaran topat juga dipakai warga untuk membayar Sesangi (Haul). Dimana pelaksanaannya dilakukan dengan cara mendatangi (ziarah) makam – makam ulama seperti makam Batu Layar, Batu Riti, Loang Baloq, Wali Nyatoq dan lainnya,” terang Jalaluddin.
Dan untuk lebaran topat tahun ini, perayaan masih tetap dilakukan dan terpusat di Kecamatan Batu Layar, tepatnya di pantai Duduk, Senggigi, Batu Layar, Lombok Barat. “Namun agar tidak terjadi penumpukan massa di satu lokasi, maka perayaan lebaran topat juga disebar di beberapa titik lokasi seperti di Taman Narmada, Gerung dan pantai Cemara-Lembar, dimana semua kegiatan itu di back up sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat,” kata Bupati Lombok Barat, DR H Zaini Arroni M.Pd.
Perayaan Lebaran Topat biasanya juga dimeriahkan oleh kesenianlain seperti Zikir Zaman dari Desa Sesela, kesenian Gambus pimpinan Saleh Hara Hara, dan juga seni Rebana.
Disebutkan Bupati, sebagai bentuk dari pesta rakyat, maka lebaran topat tetap dipertahankan eksistensinya, dan bahkan menjadi event tahunan dari Pemkab Lombok Barat.
“Setelah kami lakukan survey di beberapa daerah NTB lainnya, ternyata perayaan lebaran topat ini hanya dilakukan oleh warga Lombok Barat saja, sehingga kami bertekad untuk tetap mempertahankan keberadaannya, mengingat hal ini bisa memperkaya khasanah budaya NTB sebagai daerah yang telah ditetapkan menjadi destinasi wisata unggulan secara nasional,” ujar Zaini.
Lebaran topat ucap Zaini, selain memiliki dimensi syar’i atau keagamaan, khususnya agama Islam, ternyata juga berhasil menggerakkan roda sosial dan ekonomi masyarakat. Terbukti asosiasi pedagang kaki lima (APKLI) bersama anggotanya, yakni para pedagang kaki lima (PKL) setiap tahun juga nampak antusias mengikuti kegiatan, yang dilanjutkan hingga tiga hari kedepan dalam acara pesta hiburan rakyat di lokasi yang sama.
Kegiatan Lebaran Topat sendiri diawali dengan penampilan berbagai kesenian tradisional, dilanjutkan dengan persembahan Dulang Pesaji, atau gunungan makanan ketupat beserta lauk pauknya oleh warga Kecamatan Batu Layar yang diserahkan langsung kepada Bupati Lombok Barat, untuk kemudian dimakan bersama-sama oleh para hadirin.
Pulau Lombok sebagai destinasi wisata unggulan secara nasional, sudah sepatutnya kekayaan budaya atau tradisi seperti lebaran topat ini dilestarikan keberadaannya, sehingga bisa memancing wisatawan untuk datang ke NTB.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Drs Lalu Gita Ariadi, M.Si, mengatakan, moment lebaran topat ini merupakan starting point yang sangat bagus untuk lebih mengenalkan budaya dan tradisi warga Lombok, khususnya Lombok Barat kepada masyarakat dunia.
Apalagi menurut Gita, sebagai pestanya rakyat, maka perayaan lebaran topat ini setiap tahunnya selalu diikuti dan dirayakan oleh ribuan warga Lombok yang menjejali hampir seluruh obyek wisata, maupun makam - makam para ulama yang tersebar di seluruh wilayah Lombok.
“Kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara, maupun wisatawan nusantara untuk berkunjung ke Lombok,” pungkas Gita.(sslelono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar