Dibalik ombak bergulung pantai Gerupuk yang terkenal ganas dan menjadi buruan para surfer dunia, ternyata tersembunyi keindahan sebuah pantai berpasir putih, dengan latar belakang pemandangan bukit menghijau, yang hutannya bahkan belum terjamah tangan-tangan manusia. Ya, itulah pantai Bumbang yang terletak di Desa Pujut, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
Sayangnya, akses transportasi darat menuju lokasi obyek wisata pantai Bumbang ini masih terbilang sulit. Jalannya yang turun naik medan perbukitan dan jauh karena harus melingkar, serta masih belum di aspal, membuat daerah ini seperti terisolasi dari dunia luar, sehingga masih jarang sekali dikunjungi wisatawan.
Namun demikian, bukan berarti jalan darat tidak disukai. Para wisatawan yang memiliki kegemaran petualangan, dengan menggunakan sepeda motor atau mobil off road, justeru sengaja melalui jalan rusak ini untuk memacu adrenalin.
Beratnya medan dan lelah yang dirasakan, akan terbayar lunas dengan pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan, keindahan medan perbukitan dengan lembah-lembahnya yang hijau, dan di sebelah selatan terhampar laut biru Samudera Hindia yang menawan.
Namun bagi yang tak suka petualangan darat, masih ada satu jalan alternatif yang bisa dilalui untuk mencapai pantai Bumbang, yakni akses transportasi menyeberang laut dengan menggunakan perahu sekitar 30 menit perjalanan melalui pantai Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut.
Menurut Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Lombok Tengah, Karyadi, untuk menyeberang dari pantai Gerupuk menuju pantai Bumbang, pengunjung bisa carter perahu dengan membayar biaya sebesar Rp 170.000.
Dengan berangkat melalui jalur penyeberangan dari pantai Gerupuk, wisatawan sebelumnya bisa mengunjungi Instalasi Balai Budidaya Laut milik Direktorat Jenderal Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang di bangun sejak tahun 1995 di Desa Gerupuk.
“Di tempat ini mereka bisa melihat secara langsung cara-cara pemijahan ikan kerapu bebek, budidaya abalong (kerang mata tujuh), lobster, kepiting, mutiara, hingga rumput laut. Sedangkan dalam perjalanan, bisa mampir di keramba-keramba terapung yang merupakan lokasi untuk pembesaran,” jelas Karyadi.
Berikutnya, perjalanan menyeberang akan melalui lokasi-lokasi surfing, dimana para surfer dengan di antar perahu, terlihat sedang menunggu ombak besar untuk kemudian beraksi menantang keganasan ombak pantai Gerupuk di atas papan surfing-nya. “Di pantai Gerupuk, ada empat lokasi surfing yang menjadi idola para surfer,” terang Karyadi.
Sedangkan di sebelah kanan (arah selatan), terlihat dua tebing berdiri dengan kokohnya mengapit laut di tengahnya, seakan-akan seperti gerbang raksasa yang langsung menghadap ke arah pantai selatan, atau Samudera Hindia.
Setelah menyusuri laut di sekitar Bukit Perigi, sebuah Gili (pulau kecil) tanpa penghuni, berikutnya di depan mata akan terlihat hamparan pasir putih memanjang, dengan latar belakang perbukitan yang hijau. Inilah pantai Bumbang, surga dunia yang seakan-akan masih tersembunyi.
“Selamat datang, selamat berkunjung, inilah pantai Bumbang yang indah, sepi, tenang, masih alami, dan jauh dari peradaban dunia,” ujar Sahnun Ayitna Dewi, atau lebih akrab di sapa Nunung, pemilik “Bumbangku Beach Cottage”, satu-satunya penginapan, plus restauran yang ada di daerah ini, ketika perahu yang ditumpangi penulis mendarat di pantai Bumbang.
Dijelaskan, saat ini “Bumbangku Beach Cottage” baru memiliki fasilitas empat kamar panggung yang di bangun secara terpisah, balai panggung untuk duduk istirahat, restaurant dengan kapasitas 50 tempat duduk, serta deretan tempat duduk di pinggir pantai depan “Bumbangku Beach Cottage” yang berbentuk seperti payung.
“Semua bangunan sengaja di buat alami dan semi permanen, dengan sebagian besar bahan bangunannya berasal dari bambu dan beratap ilalang,” kata Nunung seraya mempersilahkan para tamu untuk makan dan minum berbagai hidangan yang telah disediakan di restauaran.
“Menu makanan yang kami sajikan seperti lobster, kepiting, udang, cumi, ikan kerapu, dan lainnya ini adalah hasil budidaya perikanan milik masyarakat di sini, jadi semua masih fresh,” sambung Nunung seraya menunjuk deretan keramba yang ada di pantai depan “Bumbangku Beach Cottage”.
Lantas, berapa biaya per malam kalau menginap di “Bumbangku Beach Cottage”? “Tidak mahal, hanya Rp 175.000 per malam. Dan saat ini, kami juga masih terus menambah fasilitas, dan membangun kamar-kamar yang ada. Bahkan kedepan, kami akan meningkatkan status “Bumbangku Beach Cottage” tak lagi berupa cottage, tetapi akan menjadi resort. Doakan kami,” pinta Nunung yang didampingi koleganya, Agustin Sasongkowati, pemilik “Lirik Lombok Tours & Travel” seraya menyatakan, pihaknya juga sedang menggandeng beberapa investor untuk kerjasama dan membangun fasilitas out bond, serta water sport di “Bumbangku Beach Cottage”.(sslelono)
Mantab Bro..... bravo bumbangqu
BalasHapussaya mohon bantuan,
BalasHapussaya sedang mencari yayasan sosial yang bisa membantu sayu mendistribusikan bantuan berupa lunch box untuk siswa tidak mampu.
bantuan ini dari customer saya di sweden
pantai bumbang itu bukannya didekat wisata gunung Tunak WISATA LOMBOK SUMBAWA
BalasHapus