Keterpurukan berbagai bidang yang melanda bangsa Indonesia belakangan ini, membuat berbagai kalangan merasa prihatin, dan harus segera berbuat sesuatu, khususnya meningkatkan peran pemuda dalam membangun karakter dan jati diri sebagai benteng pertahanan budaya bangsa di masa sekarang maupun yang akan datang.
Pemikiran tersebut disampaikan Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Siti Saadah, ketika membuka kegiatan “Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan karakter dan pekerti bangsa” di Mataram, Selasa, 26 Oktober 2010.
Menurut Dirjen, reformasi ternyata belum sanggup mengatasi permasalahan yang tengah berlangsung. Bahkan di dalam berbagai dimensi, reformasi justeru terkesan menambah kompleksnya keterpurukan bangsa ini.
“Ada ekses yang terkadang menutup cita-cita dari reformasi itu sendiri. Bangsa Indonesia seperti kehilangan karakter yang telah di bangun berabad-abad. Kerjasama, keramahan, tenggang rasa, dan kesopanan yang merupakan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ini seolah-olah hilang begitu saja,” ujar Siti Saadah.
Secara tradisional, berbagai suku bangsa di Indonesia sebenarnya telah memiliki berbagai pranata yang berfungsi sebagai sarana sosilaisasi dan tarnsformasi nilai-nilai untuk membangun jati diri bangsa. Begitu juga pendidikan, sekalipun masih belum dapat menjawab permasalahan yang ada.
“Karenanya, kami Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film merasa memiliki kewajiban untuk menggerakkan dan memotivasi para generasi muda agar lebih berapresiasi, berkreasi, dan berinovasi dalam pembangunan karakter dan pekerti bangsa melalui out door activity, lomba puisi dan simulasi,” jelasnya.
Terakhir pesan Dirjen kepada 150 peserta yang rata-rata adalah siswa/siswi tingkat SMA se-Pulau Lombok tersebut, agar generasi muda diharapkan terus berkreasi secara positif, guna memfilter masuknya pengaruh unsur-unsur budaya asing yang akan mencoba mengikis karakter dan jati diri bangsa Indonesia.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Drs L Gita Aryadi, M.Si, menyatakan, perubahan budaya dalam masyarakat tradisional atau masyarakat tertutup menjadi masyarakat terbuka, merupakan salah satu dampak adanya pengaruh globalisasi.
“Akibatnya, ada perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam memahami wawasan kebangsaan. Untuk mencegah itu, pembelajaran tentang budaya dalam membangun karakter dan pekerti bangsa harus ditanamkan sejak dini,” tekad Gita.
Disadari, saat ini banyak diantara generasi muda di NTB yang menganggap tidak penting untuk mempelajari budaya. Padahal melalui pembelajaran budaya, sangat penting untuk membangun karakter dan pekerti bangsa, serta bagaimana cara mengadaptasi budaya lokal di tengah perkembangan zaman.
Masyarakat sebagai pendukung kebudayaan lanjut Gita, tentu tak menginginkan kebudayaan kita menjadi pudar, bahkan lenyap karena pengaruh budaya luar. “Apalagi kedudukan NTB sendiri sebagai daerah tujuan wisata, kalau nilai-nilai budaya kita sudah luntur, lantas apalagi yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke NTB. Tak selamanya wisatawan datang hanya ingin melihat keindahan alam saja, tetapi kekayaan budaya, tradisi, dan adat-istiadat juga menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Dan ini harus kita lestarikan,” tandas Gita.
“Generasi muda sebagai generasi yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, dalam diri mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural, sehingga keberlanjutan Negara Republik Indonesia dapat terus dipertahankan,” pungkas Gita seraya berharap, melalui kegiatan ini dapat memperkuat semangat kebangsaan dalam membangun karakter dan pekerti bangsa ditengah arus globalisasi.(sslelono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar