Senin, 07 November 2011

Dusun Tradisional Sasak di Hotel Tugu Lombok

Para wisatawan yang hendak melihat suasana dusun tradisional suku Sasak di pulau Lombok, selama ini mereka harus menempuh waktu yang lama, mengingat lokasi dusun – dusun tradisional biasanya ada di pedalaman, dan terpencil.
Namun dengan menginap di Hotel Tugu Lombok, yang terletak di pinggiran pantai Sire, Desa Sigar Penjalin, Lombok Utara, maka kelelahan dan kepenatan akibat terlalu lama duduk di atas kendaraan, sedikit dapat teratasi. Apa sebabnya?

Hal ini terjadi, karena desain dan interior bangunan Hotel Tugu Lombok sendiri, menganut konsep seni, budaya, dan mengutamakan kearifan local  masyarakat tradisional Lombok. Sehingga tak salah kalau di dalam kawasan hotel, juga dapat dilihat keberadaan perkampungan tradisional suku  Sasak ini.
“Ada 18 kamar yang semuanya di desain seperti rumah tradisional Lombok. Hal ini untuk memanjakan para tamu hotel, agar bisa merasakan langsung bagaimana berdiam di perkampungan tradisional,” kata Humas Hotel Tugu Lombok, Hany.
Belasan bangunan rumah yang di atur berjajar, dan saling berhadapan itu, jika dilihat dari luar, akan sama persis seperti suasana perkampungan tradisional Lombok. Dimana masing – masing rumah tampak dilengkapi pagar dari batang bamboo, dan di sela pagar itu juga ditanami dengan pohon jarak, seperti terlihat di rumah tradisional Lombok yang asli.
Tak hanya itu, di belakang pagar bamboo tersebut juga ada pagar tembok dari tanah liat, lengkap dengan gerbang dua pintu dari kayu berukir, serta atap dari daun ilalang kering. Dan ada diantara rumah itu yang dilengkapi dengan bangunan Berugaq, yang bagi masyarakat Lombok sendiri, Berugaq biasa dipakai untuk bersantai, atau mengaji Al Qur’an bagi keluarga.
Demikian pula ketika masuk ke halaman dalam rumah, tampak sebuah bangunan rumah khas Lombok, dengan dinding luar rumah terbuat dari tanah liat, atap dari daun ilalang, di halaman depan sebelah kanan ada dua kursi dan sebuah meja dari kayu, dan di sebelah kiri ada balai, lengkap dengan kasur busa dan bantalnya.
Namun jangan salah sangka, kalau kita masuk ke dalam rumah, maka kesan tradisional itu akan langsung lenyap, dengan adanya pemandangan sofa, tempat tidur, dan berbagai perlengkapan elektronik seperti televisi layar datar, kulkas, dan barang – barang lain yang semuanya serba mewah dan modern. Begitu juga dengan peralatan yang ada di kamar mandi, semua serba mewah dan luks.
Hanya saja, semua kemewahan itu di atur sedemikian rupa, sehingga bisa menyatu dan serasi dengan desain rumah yang masih tetap mengutamakan style Lombok. Dimana selain barang modern, ruangan itu juga dihiasi dengan benda – benda antik yang punya nilai sejarah, seperti guci, lukisan, lemari pakaian, dan pernak – pernik lainnya.
“Dari 18 rumah yang ada di perkampungan Lombok ini, setiap kamar memang sengaja didesain berbeda, disesuaikan dengan berbagai perabotan antic yang ada. Tentunya tak melupakan unsur kemewahan dan kenyamanan,” ujar Hany.
Tepat diujung perkampungan Lombok, terdapat sebuah patung Biksu setinggi sekitar 3 meter. Konon bagi yang sulit mendapat jodoh, bisa mencoba keberuntungan dengan foto bersama patung itu.
Menurut Hany, di Indonesia ada beberapa Hotel Tugu, seperti di Malang, Blitar, Bali dan Lombok. “Namun Hotel Tugu Lombok inilah yang terbaik, dan memiliki nilai investasi paling besar dibandingkan Hotel Tugu yang lain,” sebutnya.
Hotel ini terletak hanya beberapa ratus meter dari lapangan golf Kosaido Club. Posisinya yang bersebelahan dengan perkampungan warga, membuat hotel artistic ini tampak menyatu dengan kearifan budaya local.
Disamping konsep seni tinggi dan budaya, pemilik hotel ini, Anhar Setiadi Brata, warga Malang, Jawa Timur, yang juga seorang kolektor benda – benda seni di Indonesia, mencoba mengangkat sejarah local yang nyaris hilang, salah satunya yang dilestarikan itu adalah House Of Ampenan, sebuah rumah yang konon dibuat tahun 1894, kini difungsikan menjadi lobi hotel.
“Bangunan yang didominasi oleh kayu – kayu tua, dengan warna – warna yang cerah dan unik ini, dulu adalah milik Tuan Haji Abdul Kadir, warga Kampung Melayu, Ampenan, yang kemudian di beli pengusaha Cina, dan akhirnya jatuh ke tangan kolektor seni asal Malang, Anhar Setiadi Brata,” terang Hany.
Sesuai namanya, hotel ini juga dilengkapi dengan tugu yang lebih mirip dengan candi, dimana bentuk bagian atas candi seperti kubah, dan bagian bawahnya seperti pagoda yang dipenuhi berbagai jenis patung.
“Bagi tamu yang angin mendapat sensasi makan malam yang romantic, bisa memesan tempat ini,” kata Hany.
Tepat disamping Candi, terdapat Puri Dadap Merah. Konsep bangunan ini diambil dari kisah dalam buku Negara Kertagama (1365), dimana Puri ini terkait erat dengan kisah Raja Majapahit, Hayam Wuruk. “Legenda Dadap Merah inilah yang kemudian di jual manajemen Hotel Tugu Lombok kepada para tamu, menjadi Puri termahal bergaya kehidupan para raja,” pungkas Hany.(sslelono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar