Sabtu, 05 November 2011

Tradisi Lebaran Adat di Masjid Kuno Bayan Beleq

Hari Raya Idul Fitri bagi umat Muslim seluruh dunia, menjadi hari raya kemenangan dan sebagai wujud rasa syukur kepada Alloh SWT, setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa, serta menahan diri dari semua hawa nafsu.
Namun ada sedikit yang berbeda dengan perayaan Idul Fitri yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bayan), Lombok Utara. Selain mereka ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal, sebagaimana umumnya umat Islam. Ternyata mereka juga menyelenggarakan perayaan Lebaran Adat Tinggi yang dipusatkan di Masjid kuno Bayan Beleq, yang dilakukan tiga hari setelah Idul Fitri.

Menurut Raden Gedarip, salah seorang Pemangku Adat dari  Dusun Karang Salah, Desa Bayan, perayaan Lebaran Adat Tinggi bagi masyarakat suku Sasak di Bayan, jatuh tiga hari setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri secara umum. “Bagi kami warga Desa Tradisional Bayan, Lebaran Adat Tinggi dilaksanakan adalah sebagai penopang dan memperkuat Lebaran Idul Fitri,” kata Gedarip.
Lebih lanjut dikatakan, ada dua Periapan (tempat) untuk penyelenggaraan Lebaran Adat Tinggi. Selain berlangsung di rumah Pemangku Adat, yang disebut dengan Periapan Lebaran, kegiatan juga dilaksanakan di Masjid kuno Bayan Beleq, yang dinamakan Serah Ancak.
“Ancak, yaitu tempat membawa makanan berbentuk segi empat yang dibuat dari anyaman bambu, dilapisi dengan daun pisang dan diatasnya terdapat nasi dan lauk pauk, seperti urap, sate, ikan, daging ayam, daging kambing dan lainnya. Kemudian di bawa ke Masjid kuno Bayan Beleq untuk diserahkan dan didoakan oleh para Kiai Adat dan Penghulu Adat,” ujar Gedarip.
Untuk membuat Ancak, masing-masing warga dusun, baik pria maupun wanitanya, tanpa diminta secara sukarela menyerahkan dan menyumbang sesuai dengan kemampuan, ada yang membawa beras, ayam, kambing dan lainnya.
Selanjutnya mereka secara gotong-royong memasaknya di rumah Pemangku Adat, yang disebut Bale Beleq (rumah besar).
Setelah Ancak yang berisi aneka makanan itu siap, maka sore harinya dibawa oleh puluhan kaum laki-laki ke Masjid kuno Bayan Beleq dengan memakai pakaian tradisional, dimana mereka datang mewakili masing-masing dusun yang ada di sekitar Masjid.
Sampai di Masjid, makanan itu diserahkan kepada para Kiai Adat yang berjumlah 44 orang dengan pakaian tradisional yang warnanya serba putih. Selanjutnya setelah didoakan, makanan disantap bersama-sama di Masjid oleh para Kiai Adat. Dan kalau ada sisanya, makanan dibawa pulang kembali oleh warga dan di makan bersama keluarga.
“Ada kepercayaan bagi masyarakat, kalau kita menyantap makanan Ancak ini, maka apa yang kita inginkan bisa berhasil. Karena itulah, kenapa setiap tahun ada saja orang yang datang untuk melaksanakan Saur Sesange (bayar nazar) kesini,” tutur Nuning, salah seorang tokoh masyarakat warga Dusun Karang Bajo.
Pelaksanaan Lebaran Adat Tinggi bagi masyarakat Desa Bayan, sebenarnya sudah berlangsung selama ratusan tahun. Hal ini dimulai sejak Agama Islam masuk ke daerah Lombok Utara yang konon dibawa oleh Sunan Prapen, cucu Sunan Giri dari pulau Jawa, abad 17 silam.
Urutannya, pada hari sebelum puncak pelaksanaan Lebaran Adat Tinggi, masyarakat melakukan Ziarah Makam, dan membersihkan kuburan para ulama pendiri Masjid kuno Bayan Beleq, yang disebut dengan Mengosap atau Mengolam. Selain itu, mereka juga melakukan hal yang sama kepada leluhurnya masing-masing di pemakaman umum.
Malam harinya, 44 orang Kiai Adat melakukan Tadarusan dan melaksanakan Zakat Fitrah di Masjid kuno Bayan Beleq, yang kemudian dibagikan kepada para fakir miskin.
Uniknya, dalam perayaan Lebaran Adat Tinggi tersebut, mereka juga melakukan Sholat Id di Masjid Kuno Bayan Beleq yang hanya dilakukan oleh 44 orang Kiai Adat pada pagi harinya.
“Namun perlu diingat, apa yang dilakukan oleh warga Desa Bayan dalam Lebaran Lebaran Adat Tinggi ini, sama sekali tidak ada kaitannya dengan ajaran Agama Islam. Kami disini juga mengikuti Hari Raya  Idul Fitri 1 Syawal, sama seperti umat Islam lainnya. Sedangkan acara yang kami gelar setahun sekali ini, adalah peristiwa adat yang akan memperkaya khasanah kebudayaan Lombok khususnya, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat secara umum, agar tidak punah,” tegas Gedarip.(sslelono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar