Senin, 05 Desember 2011

Gembol Jati Hutan Sumbawa Menghias Istana Negara

Pohon jati (tectona grandis) yang tumbuh di hutan-hutan, maupun kebun-kebun masyarakat di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan “jati alam”, sekarang ini memang sudah agak jarang, karena sejak tahun 1960 silam telah dilakukan penebangan dengan HPH (hak pengusahaan hutan).

Saat ini, yang masih tersisa adalah sisa tebangannya berupa Gembol Jati (akar jati), yang banyak berserakan dan sebagian besar masih tertanam di dalam tanah.
Namun tahukah anda, akar pohon jati ini setelah mendapat sentuhan tangan-tangan seni dan terampil untuk di buat berbagai kerajinan, ternyata memiliki nilai yang sangat tinggi, alias mahal.
Bahkan salah satu karya perajin Gembol Jati asal NTB, Bing Gianto, yang berjudul “Nuansa Bumi Gora”, sebuah karya berbentuk meja yang menggambarkan dinamika kehidupan penduduk NTB yang terdiri dari beberapa suku dan budaya seperti Suku Sasak (Pulau Lombok), Suku Samawa (Kabupaten Sumbawa), dan Suku Mbojo (Kabupaten Dompu dan Bima), sekarang menghias dengan cantiknya di Istana Negara, Kantor Presiden Republik Indonesia.
Sungguh sebuah karya spektakuler yang tidak ada duanya. Bagaimana tidak, beragam budaya yang ada di NTB, tak hanya kebudayaan penduduk asli, tetapi kebudayaan masyarakat suku pendatang seperti Suku Bali, Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan lainnya, semua tergambar secara detail melalui ukiran-ukiran indah di atas meja “Nuansa Bumi Gora” ini.
Dapat dipastikan, semua yang melihat meja “Nuansa Bumi Gora” ini pasti akan terkagum-kagum. Betapa tidak, Gembol Jati yang sebelumnya teronggok di belantara hutan Pulau Sumbawa tersebut, setelah disentuh tangan ahli Bing Gianto, sekarang menjelma menjadi sebuah karya agung yang spektakuler, bahkan berhasil masuk Istana Negara.
“Untuk menyelesaikan karya “Nuansa Bumi Gora” ini, saya bahkan harus melakukan puasa selama tujuh hari, meminta petunjuk kepada Tuhan agar mendapat ilham dan dapat menyelesaikan karya ini,” ujar Bing Gianto.
Mengapa dinamakan “Nuansa Bumi Gora”? “Kita sadar, salah satu tonggak sejarah yang telah berhasil mengentaskan masyarakat NTB adalah bidang pertanian, yang sampai decade 1970 masih sering mengalami kelaparan. Melalui “Operasi Tekad Makmur” yang dicanangkan Gubernur NTB pada masa Gatot Suherman, dengan teknologi bercocok tanam system “Gogo Rancah (GORA)”, masyarakat NTB berhasil mengatasi kesulitan pangan tersebut. Sehingga sejak tahun 1982, Provinsi NTB dikenal orang sebagai Provinis BUMI GORA. Desain produk “Nuansa Bumi Gora” adalah untuk menghormati simbol-simbol nuansa yang ada di Bumi Gora ini,” jelas Bing Gianto seraya menyebutkan, karyanya tersebut memiliki ukuran panjang 305 centimeter, lebar 185 centimeter dan tinggi 82 centimeter.
Menurut Bing Gianto, keahlian yang dia miliki dalam hal Seni Akar tersebut sebenarnya bermula dari hobinya yang senang menikmati keindahan alam, sehingga suatu ketika terbersit keinginannya untuk membuat seni kerajinan dari bahan akar pohon jati.
“Bersama beberapa teman, suatu hari saya pergi ke areal hutan jati di Kabupaten Sumbawa, yang ternyata adalah areal bekas HPH. Di tempat ini saya melihat sepotong akar pohon jati tersangkut dan tergeletak di dasar sungai kering. Akar jati inilah yang kemudian menjadi karya pertama saya, dimana setelah jadi kemudian saya perlihatkan kepada Bupati Sumbawa saat itu, Yakub Koswara, yang kemudian memberi motivasi dan mengijinkan saya untuk memanfaatkan sisa tebangan HPH tersebut,” cerita Bing Gianto.
Bulan Oktober 1989, dia mengikuti pameran local dan memamerkan kali pertama kreasinya yang ternyata menarik perhatian para pengunjung. Berikutnya untuk mengembangkan kemampuan, pada April 1990 Bing Gianto melakukan studi banding ke Bali dan Jepara (daerah sentral kerajinan Gembol Jati), mempelajari karakter dan desain barang-barang seni yang ada.
“Kemudian saya terinspirasi membuat desain inovatif yang baru, untuk melengkapi seni akar jati yang ada di dua daerah tersebut. Karya saya ini bercerita tentang cultural, alam, legenda, dan icon yang ada di daerah, dimana selanjutnya karya-karya tersebut saya beri nama “Kembali ke Alam”, yang artinya baik bentuk, dimensi, karakter, gerakan, maupun interaksi dengan alam, diupayakan sesuai dengan keadaan alam yang sebenarnya,” terang Bing Gianto.
Setelah mendapat bentuk, atau gambaran tentang karyanya, berikutnya lahirlah ratusan karya Bing Gianto yang kini telah tersebar dan menjadi koleksi warga berbagai dunia. Sebut saja diantaranya karya yang diambil dari legenda daerah berjudul “Jaka Tarub”, sekarang di koleksi oleh warga Amerika. Kemudian karya “Arus Air Mengalir” menjadi koleksi warga Jepang, karya “Bonsai Pohon Mangga” dikoleksi warga Mesir, dan lainnya, bahkan di Negara Taiwan, koleksi karya Bing Gianto sudah tak terhitung jumlahnya.
Dari semua karya Gembol Jati milik Bing Gianto tersebut, satu yang pasti, tidak ada karyanya yang sama, alias eksklusif. “Karya Gembol Jati saya lahir mengikuti bentuk alam dari akar pohon jati yang saya temukan, dimana tentunya antara akar pohon jati yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Jadi tidak ada satupun karya saya yang memiliki kesamaan bentuk, semua berbeda,” ucap Bing Gianto.
Saat ini, disamping membuat karya-karya seni Gembol Jati sesuai dengan struktur alam dari bahan akar pohon jati yang menumpuk dirumahnya di Jalan Industri Nomor 15 Ampenan, Kota Mataram, ternyata Bing Gianto sekarang juga tengah melakukan riset secara mendalam untuk membuat karya spektakuler lainnya yang bercerita tentang “Tembok Besar Cina”.(sslelono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar