Rabu, 14 Oktober 2009

Tambora – Ruteng Potensial Dikembangkan Jadi Ekowisata

Penelitian yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan New Zealand Agency for International Development (NZAID) tahun 2007 lalu, menemukan beragam daya tarik sepanjang wilayah Bali menuju Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hasil rekomendasi studi tersebut, oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) RI, ditindaklanjuti dengan memberikan fasilitasi untuk pengembangan koridor ekowisata di Tambora dan Ruteng. Mengingat kedua lokasi tersebut dinilai NZAID memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi ekowisata di kawasan tengah Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Produk Wisata Depbudpar RI, Agus Priyono, ketika digelar workshop pengembangan koridor ekowisata Tambora – Ruteng di Hotel Lombok Raya Mataram, Rabu (14/10/09) kemarin, yang merupakan lanjutan dari kegiatan serupa di Kupang, NTT belum lama ini.
“Dari hasil workshop yang dilakukan di Kupang maupun di Mataram sekarang ini, selanjutnya akan di bawa ke Jakarta untuk dilakukan kegiatan serupa. Sehingga menghasilkan konsep yang matang dan siap diterapkan di daerah,” katanya.
Berbicara mengenai kawasan Tambora di Sumbawa, NTB, lanjut Agus, siapapun pasti pernah mendengar kedahsyatan letusannya hampir 200 tahun silam yang berdampak terhadap lingkungan, alam dan budaya, bahkan politik sekalipun. Dimana kini menyisakan bentangan alam yang unik dan khas, sehingga mengundang para ahli geologi, arkeologi, biologi, lingkungan dan juga pendaki untuk berdatangan.
“Dengan dikelilingi oleh pantai dan lautnya yang jernih, serta pulau – pulau kecil yang tersebar di sekitarnya, membuat tipologi kawasan Tambora jadi lengkap, mulai dari laut hingga gunung,” bebernya.
Selain itu, keberadaan kerajaan – kerajaan di masa lalu yang sebagian masih terpendam bersama letusan Gunung Tambora, meninggalkan budaya yang menarik dan hingga kini masih mewarnai kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Sedangkan kawasan Ruteng di NTT, juga telah dikenal dan direkomendasikan oleh “Lonely Planet”, sebagai daerah tujuan untuk melihat rumah – rumah adat dan kehidupan budaya Manggarai, salah satu suku terbesar di Flores, dengan latar belakang bentang alam kawasan konservasi Gunung Ranaka yang masih aktif.
“Dan kawasan Ruteng ini semakin dikenal, setelah penemuan fosil manusia Flores (Homo Floresiensis) tahun 2003 lalu di Liang Bua, sekitar 25 kilometer sebelah utara Kota Ruteng,” jelas Agus.
Untuk itu, terkait tugas pokok dan fungsinya, Depbudpar RI mencoba mengembangkan dan memadukan pengembangan pariwisata di Tambora maupun di Ruteng, dalam suatu pengembangan pariwisata yang menerapkan konsep ekowisata. “Harapannya, pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata di kawasan Tambora dan Ruteng bisa memberikan perlindungan terhadap lingkungan, serta melibatkan masyarakat sekitar untuk peningkatan kualitas hidupnya secara ekonomi,” jelas Agus.
Sementara Sekretaris Daerah NTB, Abdul Malik, dalam sambutan yang dibacakan oleh Drs H Hamzah M Amin MM menyatakan, bahwa workshop yang dilakukan kali ini, memiliki makna yang penting dan sangat strategis untuk pengembangan kepariwisataan di NTB. “Dan untuk itu, Pemda membuka ruang seluas-luasnya bagi para investor yang hendak masuk dan menanamkan modalnya ke NTB, khususnya di sektor pariwisata,” ucapnya.
Usaha – usaha yang dilakukan berbagai pihak untuk menggali potensi-potensi baru di bidang pariwisata di NTB, tak terkecuali konteks ekowisata Tambora – Ruteng, secara tak langsung telah menunjang program Pemerintah Provinsi NTB, Visit Lombok Sumbawa 2012, yakni mendatangkan kunjungan satu juta wisatawan pada 2012 nanti.
“Hanya saja dalam perkembangannya nanti, pihak pengelola agar tetap melibatkan masyarakat sekitar, sehingga memiliki manfaat dan meningkatkan ekonominya,” ujar Hamzah seraya berharap, ekowisata Tambora – Ruteng ini kedepan bisa menjadi destinasi yang berdaya saing global.(sslelono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar