Sabtu, 05 November 2011

Nyunatang, Lestarikan Adat Sekaligus Kewajiban Ummat Islam

Masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok, dalam kehidupan sehari – hari selain dikenal sebagai masyarakat yang agamis, juga dikenal memegang teguh adat istiadat. Seperti proses kelahiran seorang anak di Pulau Lombok, biasanya juga akan disertai dengan berbagai macam tradisi, salah satunya adalah Nyunatang, atau khitanan.

Menurut salah seorang pengamat budaya, yang sekaligus Kepala Desa Tanjung, Lombok Utara, Datu Tashadi Putra, tradisi Nyunatang sendiri selain merupakan acara adat, juga termasuk sebagai acara keagamaan. Karena  Suku Sasak di Lombok mayoritas beragama Islam, dimana dalam ajarannya diwajibkan bagi seorang anak laki – laki agar di khitan, atau di sunat.
“Biasanya tradisi Nyunatang ini juga kerap dilakukan masyarakat ketika bulan Maulid Nabi Muhammad  SAW,” tutur Tashadi.
Proses Nyunatang lanjutnya, biasa dilakukan ketika anak laki – laki sudah berumur antara 5 hingga 7 tahun. Dan sebelum  Nyunatang, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yakni pihak keluarga terlebih dahulu akan melakukan Begawe (pesta), yang didalamnya ada acara Bisuq Beras, atau mencuci beras di mata air dengan diiringi alunan musik tradisional Gendang Beleq, maupun Gamelan.
“Keesokan hari sebelum di sunat, untuk menyenangkan anak yang akan di sunat, maka si anak akan di arak keliling kampung dengan Praja, menaiki patung kuda – kudaan atau patung singa yang terbuat dari kayu yang di hias, dan diiringi musik tradisional, serta rombongan pengiring yang semuanya berpakaian adat,” jelasnya.
Nyunatang sambung Tashadi, biasanya dilakukan pada hari Kamis, yang merupakan puncak acara dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Hal ini sekaligus pengakuan secara simbolis, bahwa anak yang di sunat itu telah memasuki tahap awal sebagai seorang muslim.
Setelah hari dan tanggal ditetapkan, tahap berikutnya adalah melakukan  Gundem, yakni melakukan musyawarah yang dihadiri oleh seluruh anggota keluarga, sekaligus sebagai pemberitahuan akan mengkhitan anakya.
Selanjutnya baru dilakukan persiapan dan mengumpulkan berbagai perlengkapan untuk acara, seperti mengumpulkan kayu bakar untuk memasak, beras, kelapa, kambing, atau bahkan sapi dan kerbau bagi warga yang kaya. Semua persiapan ini dilakukan secara gotong royong.
Tiga hari sebelum di sunat, sang anak yang akan di khitan biasanya dibawa oleh orang tuanya untuk berziarah ke makam leluhurnya. “Tradisi ini disebut dengan ritual ngaji makam. Tujuannya adalah untuk memohon doa keselamatan kepada arwah leluhur mereka, agar anak yang akan di khitan nanti diberikan keselamatan,” tarang Tashadi.
Tahapan berikutnya, yakni ritual berendam di sungai, yang dilakukan mulai jam 04.00 Wita sampai jam 07.00 Wita. Dan sebelum meninggalkan tempat tersebut, terlebih dahulu sang anak mengambil air doa yang dilakukan seperti orang yang sedang Wudlu sebelum sholat.
Sampai di rumah, oleh keluarganya, anak yang akan di khitan ini diberikn pakaian yang semua serba baru, mulai dari Sapuq (ikat kepala), Dodot (baju), Sabuq (ikat pinggang) dan lainnya. “Setelah berpakaian rapi, barulah anak yang di khitan dibawa  ke Berugak, dan kemudian diserahkan kepada tukang sunat untuk di khitan,” jelas Tashadi.(sslelono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar