Minggu, 13 November 2011

Desa Kumbung Baru, Sentra Perajin Genteng di Lombok

Keahlian membuat genteng yang dimiliki oleh sebagian besar warga Desa Kumbung Baru, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, hingga sekarang tak satupun yang mengetahui, darimana mereka mendapatkan keahlian tersebut. Namun yang jelas, profesi membuat genteng itu telah dilakukan secara turun-temurun sebagai warisan nenek moyang.

Desa Kumbung Baru sendiri terletak sekitar 10 kilometer dari Kota Mataram, tepatnya di perbatasan antara Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Tengah. Kalau dilihat sepintas, tak ada yang membedakan Desa Kumbung Baru ini dengan desa-desa lainnya di Pulau Lombok. Bedanya hanya satu, sebagian besar warganya berprofesi sebagai perajin genteng.
“Ketika saya masih kecil, sekitar tahun 1985 lalu, cara membuat genteng tidak seperti sekarang. Semua dikerjakan dengan peralatan yang masih manual dan sederhana sekali, sehingga nama gentengnya saat itu juga “Genteng Kepak” (Kepak, bahasa Sasak yang berarti mengayunkan tangan),” kata Ruslan Efendi, pemilik UD Sari Ayu, salah satu perusahaan genteng di Desa Kumbung Baru.
Menurut dia, membuat Genteng sebenarnya bukan suatu hal yang sulit, semua orang bisa membuat asalkan tekun dan sabar, terpenting dalam pekerjaan harus teliti. Ada tahap-tahap yang harus dilakukan dalam membuat genteng, pertama adalah menyiapkan bahan baku tanah.
Ada dua jenis tanah yang dipakai untuk membuat Genteng Kepak, yaitu tanah biasa yang banyak terdapat di desa stempat, dijemur hingga kering, kemudian di ayak sampai didapatkan tanah yang halus, dan di rendam dengan air selama 2 hingga 3 hari. Tanah inilah yang disebut dengan Tanah Sari.
Jenis tanah kedua adalah Tanah Liat, ataua Tanah Lempung yang didapatkan dan di beli dari Desa Bagu (desa tetangga). “Kedua jenis tanah ini di campur hingga rata, dengan perbandingan 1 untuk tanah sari dan 2 untuk tanah liat, kemudian di injak-injak dengan kaki dan di tungkep (simpan) selama sehari,” ujar pria hitam manis yang akrab di sapa Pundung ini.
Hari berikutnya, tanah tersebut sudah dapat di cetak dengan alat yang terbuat dari kayu, dan hasilnya di letakkan di atas rak-rak yang telah tersusun rapi, esoknya diletakkan dengan cara berdiri, baru keesokan harinya di jemur selama sehari, setelah kering di bakar di tungku pembakaran selama 5 hingga 6 jam.
“Untuk membuat Genteng Kepak, mulai dari proses mencampur tanah hingga membakar genteng sampai matang, butuh waktu sekitar seminggu,” jelas Pundung.
Namun seiring dengan kemajuan jaman, tepatnya sekitar tahun 1990 lalu, proses pembuatan Genteng Kepak dengan cara-cara tradisional mulai ditinggalkan. Sejak saat itu, mesin cetak genteng, atau mesin press sudah mulai masuk, yang walaupun masih menggunakan tenaga manusia, tetapi sudah terbilang praktis dan modern. Harganya saat itu (1990) sekitar Rp 1,5 per unit, yang di beli dari Bali atau Jawa.
Demikian pula proses mencampur bahan baku tanah, tak lagi menggunakan cara-cara manual, tetapi sudah memakai Mollen (mesin khusus untuk mencampur tanah) yang harganya sekitar Rp 7,5 juta hingga Rp 9 juta.
“Hanya saja, setelah memakai peralatan yang modern ini, untuk meningkatkan kualitas, jenis Tanah Sari tak lagi dipakai sebagai campuran, tetapi di ganti dengan tanah Paras yang di beli dari Desa Banyumulek (lokasi sentra gerabah) dan Desa Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, seharga Rp 250.000 per truk. Sementara untuk Tanah Lempung diambil dan di beli dari Desa Pringgarata, bahkan sampai Desa Teratak, Kabupaten Lombok Tengah dengan harga Rp 350.000 per truk,” jelas Pundung.
Dengan adanya peralatan yang serba modern ini lanjut Pundung, proses pembuatan genteng menjadi lebih singkat, hanya 3 hari genteng sudah siap jual. Hanya saja, waktu pembakaran yang lebih lama, bisa 8 sampai 12 jam.
“Dalam sekali proses pembakaran genteng sebanyak 5000 biji dalam tungku, paling tidak kita menghabiskan kayu dan serabut kelapa hingga 1 truk, yang kalau dikalkulasikan harganya sekitar Rp 550.000. Sehingga untuk sebuah genteng, modal yang dikeluarkan sekitar Rp 750,” ujar Pundung.
Lantas, berapa genteng-genteng itu di jual? “Tergantung jenisnya, untuk genteng jenis Pejaten di jual seharga Rp 900 per biji, genteng Mantili Rp 1.100, genteng Morando Rp 1.500, genteng Mini Lombok Rp 600, genteng Mini Biasa Rp 700, genteng Bubungan Biasa Rp 1.500, genteng Bubungan Besar Rp 2.500, dan genteng Bubungan Besar Bundar Rp 3.000 per bijinya,” sebut Pundung.
Untuk pemasaran lanjutnya, dahulu bisa mencapai seluruh Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. “Hanya saja ketika ada kebijakan pemerintah agar semua instansi seperti sekolah-sekolah dan juga gedung perkantoran memakai genteng jenis Multi Roof, maka pemasaran genteng produksi Desa Kumbung Baru kini merosot drastis, dan banyak perusahaan genteng yang akhirnya gulung tikar (bangkrut),” kata Pundung menyayangkan.(sslelono)

12 komentar:

  1. Apakah sampai saat ini masih memproduksi genteng???

    BalasHapus
  2. Apakah sampai saat ini masih memproduksi genteng???

    BalasHapus
  3. Berapa harga genteng srkarang

    BalasHapus
  4. Berapa harga genteng srkarang

    BalasHapus
  5. masih sampe sekarang...industri genteng rata rata sudah jadi mata pencaharian masyarakat kumbung...soalnya rmah sya di kumbung hehe..

    BalasHapus
  6. Di mana letak desa kumbung ? Jauh kah dari kerandangan? Kebetulan saya perlu genteng tradisional.

    BalasHapus
  7. Berapa harga genteng tanah liat skrg?

    BalasHapus
  8. PERLU DI KOREKSI, KUMBUNG BARU BUKAN SEBTRA INDUSTRI GENTE NG DI LOMBOK TENGAH, COBA LIHA KE DUISUN EMBUNG DUDUK, HAMPIR 99 PERSEN MASAYARAKATNYA BERFROFESI SEBAGAI PEMBUAT GENTANG

    BalasHapus
  9. Sekarang berapa harga genteng pejaten per bijinya dan apakah ready juga genteng untuk genteng kodok???

    BalasHapus
  10. Y bagus model gentengnya.kalau anter k Lotim brp biaya trima tmpat,genteng yg model Mantili atau morando.bisa kirim contoh

    BalasHapus
  11. Kalau msh sy mau pesan 500biji aja

    BalasHapus